Fathimah Binti Abdul Malik Bin Marwan.
Oleh:
Anonymous |
Wednesday, October 14, 2009
Ia adalah seorang wanita fashih dan sastrawati hebat di zamannya. Ia sangat cantik, lembut dan memiliki wawasan, agama yang sangat bagus dan sifat wara’ yang belum dimiliki oleh wanita Bani Umayyah saat itu. Ia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Umar Bin Abdul Aziz al-Amawi sebelum ia memegang tampuk pemerintahan.
Umar, suaminya itu mencukupinya dengan hartanya dan memberikan kepuasan dengan pendapatannya, namun ia sendiri juga memiliki harta yang cukup banyak.
Keduanya hidup dalam kesenangan dan kemewahan, namun ketika tampuk pemerintahan diserahkan kepadanya, ia merasa bahwa beban itu terlalu berat tidak sanggup dipikul oleh bahunya. Diantara kata-kata yang diucapkannya kepada Fathimah: “Jika kamu ingin tetap bersama saya, maka kembalikan semua harta, perhiasan dan permata yang ada padamu ke Baitulmal kaum muslimin, karena itu semua milik mereka. Jika kamu tidak setuju dengan permintaaanku itu, saya dan kamu tidak akan pernah lagi bersama-sama dalam satu rumah”. Maka Fathimah mengembalikan semua harta benda tadi dan tidak ada sedikitpun yang tersisa, dan ia rela bersama suaminya hidup dalam kekurangan dan kesempitan -padahal kekhalifahan dan kerajaan sangat luas- sampai suaminya meninggal.
Ketika kekhalifahan berpindah ke tangan saudaranya yang bernama Yazid Bin Abdullah, ia berkata kepada Fathimah: “Umar telah menzolim anda pada harta anda, dan sekarang saya akan mengembalikannya kepada anda, maka ambilah... !”. Fathimah berkata: “Tidak, demi Allah saya tidak akan mengambilnya kembali, tidak sepatutnya saya patuh kepadanya saat ia masih hidup lalu saya mengkhianatinya setelah ia meninggal”. Maka Yazid mengambil kembali harta itu dan membagi-bagikannya kepada orang yang berhak.
Fathimah hidup dalam kezuhudan, ibadah dan sifat wara’ sampai ia bertemu kembali dengan suaminya Umar Bin Abdul Aziz –semoga Allah meridhainya-.
Umar, suaminya itu mencukupinya dengan hartanya dan memberikan kepuasan dengan pendapatannya, namun ia sendiri juga memiliki harta yang cukup banyak.
Keduanya hidup dalam kesenangan dan kemewahan, namun ketika tampuk pemerintahan diserahkan kepadanya, ia merasa bahwa beban itu terlalu berat tidak sanggup dipikul oleh bahunya. Diantara kata-kata yang diucapkannya kepada Fathimah: “Jika kamu ingin tetap bersama saya, maka kembalikan semua harta, perhiasan dan permata yang ada padamu ke Baitulmal kaum muslimin, karena itu semua milik mereka. Jika kamu tidak setuju dengan permintaaanku itu, saya dan kamu tidak akan pernah lagi bersama-sama dalam satu rumah”. Maka Fathimah mengembalikan semua harta benda tadi dan tidak ada sedikitpun yang tersisa, dan ia rela bersama suaminya hidup dalam kekurangan dan kesempitan -padahal kekhalifahan dan kerajaan sangat luas- sampai suaminya meninggal.
Ketika kekhalifahan berpindah ke tangan saudaranya yang bernama Yazid Bin Abdullah, ia berkata kepada Fathimah: “Umar telah menzolim anda pada harta anda, dan sekarang saya akan mengembalikannya kepada anda, maka ambilah... !”. Fathimah berkata: “Tidak, demi Allah saya tidak akan mengambilnya kembali, tidak sepatutnya saya patuh kepadanya saat ia masih hidup lalu saya mengkhianatinya setelah ia meninggal”. Maka Yazid mengambil kembali harta itu dan membagi-bagikannya kepada orang yang berhak.
Fathimah hidup dalam kezuhudan, ibadah dan sifat wara’ sampai ia bertemu kembali dengan suaminya Umar Bin Abdul Aziz –semoga Allah meridhainya-.