Kepemimpinan Supervisi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Oleh:   Admin Admin   |   Saturday, April 12, 2014

Kepemimpinan supervisor, dalam hal ini seorang Kepala Sekolah memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Kepala sekolah adalah tenaga pendidik. Kepala sekolah yang profesional dapat mengelola sekolahnya secara lebih baik. Pemaknaan akan pentingnya profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah dikemukakan oleh Ruth Love yang menyatakan “I’have never seen a good school without a good principal” dan  James B. Conant,  “The difference between a good school and poor school is often the difference between a good and poor principal” (Ali Imron, 2011:3).
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu dalam artikel ini, kami akan membahas tentang “Kepemimpinan Supervisi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia.



Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya. Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang ber­sangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkat­an mutu pendidikan di sekolah kepemimpinan


kepala sekolah sebagai Seorang Supervisor dalam pengawasan Kinerja Guru akan berahasil jika kepala sekolah memperhatikan hasil yang dicapai serta memperlakukan guru dengan baik, sehingga mereka mampu

--> menunjukan performace yang lebih baik.
1. Peran Kepala Sekolah
            Menurut Permendiknas nomor 28 Tahun 2010 pasal 1 ayat 1:
Kepala  sekolah/madrasah  adalah  guru  yang  diberi  tugas  tambahan  untuk  memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal  (TK/RA), taman kanak-kanak luar  biasa  (TKLB),  sekolah  dasar/madrasah  ibtidaiyah  (SD/MI),  sekolah  dasar  luar biasa  (SDLB),  sekolah  menengah  pertama/madrasah  tsanawiyah  (SMP/MTs), sekolah  menengah  pertama  luar  biasa  (SMPLB),  sekolah  menengah atas/madrasah  aliyah  (SMA/MA),  sekolah  menengah  kejuruan/madrasah  aliyah  kejuruan  (SMK/MAK),  atau  sekolah  menengah  atas  luar  biasa  (SMALB)  yang bukan  sekolah  bertaraf  internasional  (SBI)  atau  yang  tidak  dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).

Berdasarkan peraturan menteri tersebut kepala sekolah dapat diartikan sebagai seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai seorang manajer/kepala di sekolahnya.Karena itu kepala sekolah juga merupakan seorang guru yang memiliki tugas mendidik. Sebagai seorang pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki beberapa peran sekaligus, yaitu sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, pencipta iklim kerja, dan wiraushawan.
            Sebagai edukator artinya kepala sekolah juga melaksanakan proses pembelajaran. Sebagai manajer/administrator ia bertugas menyusun perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, mengarahkan kegiatan, mengkoordinasikan kegiatan, melaksanakan pengawasan, melaksanakan evaluasi kegiatan, menentukan kegiatan,melaksanakan rapat, mengambil keputusan, mengatur proses pembelajaran, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Sebagai supervisor, kepala sekolah bertugas mensupervisi proses pembelajaran, kegiatan bimbingan konseling, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan ketatausahaan, sarana prasarana, dan kegiatan kerjasama dengan instansi terkait, sebagai motivator, seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat memberikan motivasi dan inspirasi kepada staf sekolah melalui kegiatan atau tindakan sehari-hari. Sebagai inovator maka kepala sekolah haruslah mampu mengikuti arus perubahan, mampu menciptakan hal-hal baru, dan senantiasa melakukan pembaharuan di sekolahnya.    
2. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
            Terdapat sebuah asumsi umum di dunia pendidikan, bahwa sekolah yang baik akan selalu memiliki kepala sekolah yang baik, artinya kemampuan profesional kepala sekolah dan kemauannya untuk bekerja keras dalam memberdayakan seluruh potensi sumber daya sekolah menjadi jaminan keberhasilan sebuah sekolah. Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan pekerjaannya dan dapat mendayagunakan seluruh potensi sumber daya yang ada di sekolah maka kepala sekolah harus memahami perannya.
            Tugas kepala sekolah sebagai supervisor berarti ia harus meneliti, mencari, dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya. Kepala sekolah harus dapat meneliti dan menentukan syarat-syarat mana saja yang telah terpenuhi dan mana yang belum terpenuhi, dan mana yang kurang maksimal.  Sebagai seorang supervisor, maka kepala sekolah memiliki beberapa peran penting yaitu (Mulyasa, 2006).
  • Melaksanakan penelitian sederhana untuk perbaikan situasi dan kondisi proses belajar mengajar.
  • Mengadakan observasi kelas untuk peningkatan efektivitas belajar mengajar.
  • Melaksanakan pertemuan individual secara profesional dengan guru untuk meningkatkan profesi guru.
  • Menyediakan waktu dan pelayanan bagi guru secara profesional dalam pemecahan masalah proses belajar mengajar.
  • Menyediakan dukungan dan suasana kondusif bagi guru dalam perbaikan dan peningkatan mutu belajar mengajar.
  • Melaksanakan pengembangan staf yang berencana dan terarah.
  • Melaksanakan kerjasama dengan guru untuk mengevaluasi hasil belajar secara komprehensif.
  • Menciptakan team work yang dinamis dan profesional.
  • Menilai hasil belajar peserta didik secara komprehensif.
          Sebagai supervisor, seorang kepala sekolah juga bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di sekolah agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan target yang ditentukan.Aspek-aspek kurikulum yang harus dikuasai kepala sekolah sebagai supervisor adalah materi pelajaran, proses belajar mengajar, evaluasi kurikulum, pengelolaan kurikulum, dan pengembangan kurikulum.Hal ini karena dalam menghadapi kurikulum yang senantiasa mengalami perubahan, maka kepala sekolah menjadi tempat bertanya para guru yang kesulitan menerjemahkan kurikulum yang berubah tersebut, sehingga kemampuan penguasaan kurikulum mutlak diperlukan oleh kepala sekolah.Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru jikalau dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
            Sebagai supervisor, kepala sekolah dituntut untuk memiliki dua kapabilitas sekaligus yaitu penguasaan terhadap model-model pembelajaran dan cara-cara memberikan bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan dalam menerapkan model-model pembelajaran. Penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan, karena hanya dengan cara demikianlah ia akan mampu memberikan masukan terhadap aspek substantif yang dibutuhkan oleh guru terkait model-model pembelajaran. Penguasaan terhadap cara-cara memberikan layanan supervisi sangat diperlukan, karena hal tersebut terkait dengan aspek psikologis guru yang mendpatkan bantuan dari kepala sekolah atau supervisor.
            Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah tidak semua kepala sekolah kita, termasuk guru yang pernah dibantu telah pernah mempelajari model-model pembelajaran termasuk juga memperoleh pelatihan tentang model-model pembelajaran. Karena itu untuk mencapai kompetensi tersebut, baik kepala sekolah atau guru, perlu mendapat pelatihan intensif , dan ketika sudah menerapkannya di lapangan maka diperlukan pendampingan oleh para pakar psikologi pendidikan dan manajemen pendidikan. Peran pakar psikologi pendidikan lebih fokus pada pendampingan pengaplikasian model-model pembelajaran oleh guru, sementara peran pakar manajemen/supervisi pendidikan lebih memfokus pada pendampingan pengaplikasian supervisi terhadap model-model pembelajaran oleh kepala sekolah kepada guru.
3.  Teknik/Pendekatan Supervisi yang Diterapkan
            Agar dapat menerapkan teknik supervisi yang tepat, maka seorang supervisor/kepala sekolah harus mengetahui terlebih dahulu karakter atau sifat dari guru yang akan disupervisi. Secara garis besar sifat/karakter guru tersebut terbagi dalam empat kelompok besar berdasarkan tingkat abstraksi dan tingkat komitmennya. Abstraksi adalah kemampuan seseorang dalam  menjelaskan sesuatu. Semakin tinggi tingkat abstraksinya maka akan semakin detail penjelasan yang ia berikan, dan sebaliknya. Misalnya saja seseorang yang tingkat abstraksinya tinggi akan dengan mudah menjelaskan pemandangan yang ia lihat secara detail walaupun pemandangan itu hanya dilihatnya secara sekilas saja. Sedangkan tingkat komitmen adalah tingkat kemauan dan kepatuhan atau tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Apabila tingkat komitmennya tinggi, maka ia akan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab apapun resiko dan tantangannya.
            Dalam bukunya Developmental Supervision, Glickman (1981) membagi guru ke dalam empat kategori berdasarkan tingkat abstraksi dan komitmennya.Kuadaran I adalah guru dengan tingkat abstraksi dan komitmen rendah (guru drop out).Kuadran II adalah guru dengan tingkat komitmen tinggi tetapi dengan tingkat abstraksi yang rendah (Unfocussed Workers).Kuadran III adalah guru dengan tingkat abstraksi yang tinggi tetapi dengan tingkat komitmen yang rendah (Analitical Observers).Kuadran IV adalah guru dengan tingkat abstaksi dan komitmen yang tinggi (Professional), seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

 




Text Box: Gambar 1.  Kuadran Tingkat Abstraksi dan Komitmen Guru (Glickman, 1981)
 




            Berdasarkan tingkat abstraksi dan komitmen tersebut, maka Glickman menyarankan pendekatan supervisi yang berbeda-beda pula.Untuk guru di kuadran I, maka tipe supervisi yang paling tepat adalah supervisi direktif. Kepala sekolah harus secara aktif memberikan bantuan kepada guru dengan cara memberi tugas-tugas, bila perlu dengan sedikit paksaan (coersive). Sedangkan untuk guru di kuadran II dan III, supervisi yang tepat adalah supervisi colaborative. Guru dan kepala sekolah bekerjasama dalam mencari solusi yang dialami guru. Sedangkan untuk guru di kuadran IV, tipe supervisi yang tepat adalah supervisi non direktif.Hal ini karena guru sudah mandiri dan profesional sehingga kepala sekolah tidak perlu lagi mengarahkan secara mendetail.
           
            Dari penjelasan di atas maka jelaslah bahwa sebagai seorang supervisor, kepala sekolah harus mengetahui bentuk-bentuk supervisi yang bisa diterapkan di sekolahnya.Kepala sekolah tidak boleh pukul rata menerapkan satu jenis supervisi saja karena tingkat abstraksi, komitmen, tingkat kematangan, derajat tanggung jawab, dan kepedulian tiap guru berbeda-beda.Kepala sekolah harus mengetahui karakter mana dari guru tersebut agar dapat menerapkan supervisi yang sesuai.Bahkan jika diperlukan, maka seorang kepala sekolah bisa menerapkan ketiga jenis supervisi tersebut tergantung situasi dan kondisi di sekolahnya.
            Dengan mampu memilih pendekatan supervisi yang sesuai maka diharapkan tujuan utama dari proses pembelajaran itu dapat tercapai, yaitu demi kemajuan dan keberhasilan siswa. Karena pada hakikatnya supervisi yang dilakukan untuk membantu guru, pada akhirnya akan bermuara kepada peserta didik itu sendiri. Sehingga terwujudlah peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Daftar Rujukan
Depdiknas.2007. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum
Glickman, Carl D. 1981.Developmental Supervision: Alternative Practices for Helping Teachers Improve Instruction. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Imron, A. 2011.Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mulyasa,E. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Permendiknas no. 28. Tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah


Tampilkan Komentar