Konflik Dalam Organisasi
Oleh:
Admin |
Saturday, April 12, 2014
Konflik dapat didefinisikan sebagai proses bermula ketika satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera
mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian pihak pertama. (Robbins, 2007:545). Sedangkan menurut Rivai (2006:323) konflik
dapat diartikan dengan perbedaan, pertentangan, dan perselisihan (ikhtifal).
Konflik dalam organisasi dapat menimbulkan konsekuensi positif dan negatif,
sehingga dapat mendorong inovasi organisasi, kreatifitas, dan adaptasi.
Sekalipun beberapa konflik yang terjadi bermanfaat bagi kemajuan organisasi,
akan tetapi konflik yang sering terjadi dan muncul kepermukaan adalah konflik
yang bersifat disfungsional. Konflik seperti itu dapat menurunkan
produktifitas, menimbulkan ketidakpuasan, meningkatkan ketegangan dan stres.
Pengendalian konflik merupakan salah satu tugas pemimpin dalam
kepemimpinannya. Efektifitas kepemimpinan seseorang dapat dinilai dari
bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola konflik. Kegagalan seorang
pemimpin dalam mengendalikan dan mengelola konflik akan menimbulkan sesuatu
yang antiproduktif dan destruktif, sebaliknya jika seorang pemimpin dapat
mengendalikan dan mengelola konflik secara baik. Konflik merupakan permasalahan
yang pelik untuk segera dicari pemecahannya, meski selain itu konflik juga
dapat bermanfaat terutama dalam: (1) Menciptakan kreatifitas,
(2) Perubahan
sosial yang konstruktif, (3) Membantu keterpaduan kelompok dan, (4) Peningkatan
fungsi kekeluargaan/kebersamaan.
Ada tiga metode penyelesaan konflik yang sering
digunakan, yaitu:
a. Dominasi dan penekanan
Dominasi dan penekan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu (1) kekerasan (forcing),
yang bersifat penekan otokratik; (2) penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis; (3) penghindaran
(avoidance) yang mana manajer
menghindar untuk mengambil posisi yang tegas; (4) aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk
menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui proses yang adil.
b. Kompromi
Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik
melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi meliputi pemisahan (separation), di mana pihak-pihak yang sedang bertentangan
dipisahkan sampai mereka mancapai persetujuan; arbitrasi (perwasitan), di man pihak ketiga (biasanya manajer)
diminta memberi pendapat; kembali ke
peraturan-peraturan yang berlaku, di mana kemacetan dikembalikan pada
ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa
peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik; dan penyuapan (bribling), di mana salah satu pihak menerima kompemsasi dalam
pertukaran untuk terciptanya penyelesaian konflik. Namun tidak satupun
metode-metode tersebut yang dapat memuaskan sepenuhnya pihak-pihak yang
bertentangan maupun menghasilkan penyelesaian yang kreatif.
c. Integratif
Dengan metode ini, konflik antar kelompok diubah menjadi
situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik
pemecahan masalah. Secara bersama, pihak-pihak yang bertentangan mencoba untuk
memecahkan masalah yang timbul di antara mereka. Di samping penekanan konflik
atau pencarian kompromi, pihak-pihak secara terbuka mencoba menemukan
penyelesaian yang dapat diterima semua pihak. Dalam hal ini, manajer perlu
mendorong bawahannya bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran gagasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha pencarian penyelesaian
yang optimum, agar tercapai penyelesaian integratif.